Aku adalah selembar risalat,
yang ditulisi sebaris dua
kata-kata hati dari ujung pena kalbu dengan tinta nurani.
aku tercipta dari rahim
kesunyian, tumbuh dan berkembang dalam buaian dan asuhan kesepian dan
kesendirian.
aku terlahir sebagai bukti
dari pada sebuah penungguan,
penungguan akan – ada yang
menyebutnya sebagai – sebuah ketidakpastian.
Dan, aku – selembar risalat –
terutus untuk sekedar mengingatkan sang masa,
bahwa hari ini telah pernah mendahuluiku akan sebuah kematian yang sehingga kini masih abadi.
Sekedar memohon pada sang masa
'tuk sudi dalam henti sejenak, memberi satu kata ucap dan tinggalkan sebongkah
harapan yang terbungkus rapi do'a-do'a dan terikat oleh Asma Asma, yang
terkirim dalam sepenggal kata, beralamat pada tuanKu Raja di dalam Istana Megah Nya, dari
salah satu pemujanya yang tengah menikmati deritanya dalam jurang cinta,
yang terbelenggu dalam
pasung-pasung kesepian dan kesendirian, yang batinnya hancur oleh lecutan
cemeti penantian.
Aku – selembar risalat – tak mampu lagi 'tuk memanjang lebar
kata.
Karena bagaimana mungkin
seorang buta 'kan dapat mengungkapkan isi batinnya dalam goresan-goresan lembut
pena,
sementara untuk
menceritakannya ia pun tak mampu, karena sekaligus ia seorang yang bisu.
Sehingga ia tak bisa membuat
orang lain mendengar ataupun ia sendiri yang mendengar isi batinnya,
karena pada saat yang sama ia
adalah orang yang tuli. Ia tak mampu berbuat apa-apa.
Satu-satunya yang ia bisa
lakukan hanyalah menanti saat sebuah uluran rasa menyentuh sejuk
kalbunya,
karena akan mustahil sebuah
uluran tangan akan menyentuhnya,
sementara ia kini tak lagi
berraga, hanya sebuah jiwa yang terlepas dari belenggu jasadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar