BID’AH
Ada beberapa pendapat tentang Bid’ah.
Yang satu menganggap bahwa
“Semua yang baru adalah bid’ah dan semua bid’ah itu adalah sesat”
Sebagian yang lain menganggap bahwa agama dan teknologi itu pisah, kemudian mereka memahami bid’ah seperti ini :
“Semua yang baru di dalam masalah agama adalah bid’ah dan itu sesat, sedangkan bid’ah atau sesuatu yang baru di dalam masalah teknologi itu ndak papa, sebab teknologi itu tidak termasuk wilayah agama”
Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa seluruhnya itu tidak ada yang lepas dari masalah agama, baikpun itu masalah teknologi.
Mereka menganggap bahwa bid’ah itu ada 2 macam.
“Yaitu bid’ah hasanah, atau sesuatu yang baru, sesuatu yang baru adanya tapi baik,
Dan yang satu adalah bid’ah dholalah, yaitu sesuatu yang baru, mengada-adakan tapi tidak baik.”
Tidakkah jaman Nabi belum ada perintah untuk pembuatan buku atau kitab al-Qur’an ?
Dan baru ada perintah pencatatan saja ?
Bukankah jaman Nabi belum ada pembagian seperti ini Fiqih, ini Ushuludin, ini Aqoid, ini tasawuf ?
Benarkah Fiqih itu sesuatu yang baru atau bid’ah ?
Lalu apakah bid’ah hasanah ataukah dholalah ?
Benarkah Ushuludin itu istilah yang baru atau bid’ah ?
Lalu apakah bid’ah hasanah ataukah dholalah ?
Benarkah Tasawuf itu istilah baru yang juga bid’ah ?
Lalu apakah bid’ah hasanah atau dholalah ?
Ingatkah engkau ketika Nabi melarang pencatatan apalagi pembukuan hadits-hadits beliau ?
Bacalah sejarah-sejarah di jaman Nabi ?
Abu Bakarpun tak berani menuliskan hadits ataupun membukukannya.
Umarpun tak berani menuliskan hadits maupun membukukannya.
Usmanpun tak berani menuliskan hadits maupun membukukannya.
Alipun tak berani menuliskan hadits maupun membukukannya.
Lalu mengapakah sekarang kita tahu banyak kitab-kitab hadits yang beredar ?
Bukankah itu bid’ah ?
Bukankah itu sesuatu yang baru ?
Bahkan melihat sejarah,
Bukankah pemukuan hadits-hadits Nabi itu seolah menentang Nabi Muhammad yang melarang pembukuan hadits-hadits ?
Tetapi,
Apakah masuk pada bid’ah yang baik yang hasanah ?
Ataukah bid’ah dholalah ?
Kalau sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Alloh dan RosulNya,
Wajib kita tidak menambahi ataupun menguranginya.
Sholat wajib lima sehari semalam, maka bid’ah sesat, bid’ah dholalah jika kita menambahi atau menguranginya. Mutlak tidak boleh ditambahi dan dikurangi.
Kalau Qur’an mengatakan “Qulhu Allohu Ahad”, mutlak, tidak boleh ditambahi maupun dikurangi,
Jikalau ditambahi atau dikurangi, itu bid’ah yang dholalah, itu bid’ah yang sesat.
Bukankah diajarkan oleh Rosululloh untuk berijtihad ?
Bagaimana cara supaya sabar ?
Bagaimana cara supaya tawakal ?
Bagaimana cara dzikir ?
Jika perintah ada, tapi tuntunan resminya tidak ada ?
Bolehkan berijtihad ?
Tiap-tiap orang memiliki keyakinan sendiri-sendiri, pun meski Islam sebagai agamanya.
Bagaimana seandainya ditanya,
Apakah sabar itu ?
Bagaimanakah sabar itu ?
Caranya supaya sabar bagaimana ?
Apakah dzikir itu ?
Bagaimanakah caranya dzikir itu ?
Bagaimana cara supaya kita dzikir kepada Alloh ?
Bukankah perintahnya adalah “Dzikron Katsiron ?”
Apakah engkau sudah tahu cara bersyahadat ?
Apakah cukup dibaca saja syahadat itu ?
Apakah iman itu ?
Apakah taqwa itu ?
Maka janganlah heran jika banyak sekali pendapat-pendapat akan masalah-masalah itu.
Maka cukuplah,
“Lana a’maluna wa lakum a’malukum”
“Apa-apa yang aku kerjakan adalah untuk aku sendiri dan apa- apa yang kamu kerjakan adalah untuk kamu sendiri”.
Saling hormat menghormati diantara sesama pemeluk agama Islam.
Saling berhubungan dengan kasih sayang, shilaturrohmi.
Tanpa perlu menjelek-njelekkan pendapat lain,
Tanpa perlu menuduh sesat orang yang berbeda faham,
Tanpa perlu menuduh Zindiq orang-orang yang berjalan menujuNya,
Dan…..
Tanpa perlu mengkafir-kafirkan saudara-saudara kita yang seagama.
“Qu anfusakum wa ahlikum naroo”
“Selamatkanlah dirimu, dan keluargamu, dari api neraka”.
Marilah fastabihul khoirot !
“Mari berlomba untuk kebaikan dan bukan saling menjatuhkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar