PERJALANAN JIWA
PERJALANAN JIWA 1 DAN 2
Tubuh = barang baru saja
Jiwa/roh = barang lama jua
Nyawa = pengikat tubuh + jiwa = unsur kehidupan
(Maksudnya : bilamana unsur yang membangun hidup itu
rusak maka jiwa tak bisa beroperasi lagi, artinya tubuh akan ditinggalkan jiwa)
Reikarnasi = migrasi jiwa =
masuknya jiwa ke dalam tubuh = kelahiran kembali
Didalam Al-Qur’an sebenarnya banyak sekali ayat-ayat
yang menjelaskan tentang reinkarnasi (maksudnya : Ayat-ayat reinkarnasi =
ayat-ayat Mutasyabihat = ayat yang perlu di pahami maknanya dengan berpikir dan
merenungkannya = yang tersirat)
………………………….. <masih bnyk lg>
Namun ketahuilah bahwa reinkarnasi bukanlah sesuatu
hal yang aneh.,
bukan juga suatu bentuk kepercayaan yang harus di
yakini atau tidak diyakini, karena kita bukan berada di luar kepercayaan ini
namun di dalamnya.
Hal ini hanyalah Hukum Alam biasa yang sudah menjadi
ketetapan dari Tuhan, dan kita adalah komponen yang berada didalam Hukum Alam
ini.
Bahwa, sama-sama telah kita ketahui yang namanya
jiwa itu tidak mengenal mati, oleh karenanya jiwa ini akan mengalami
reinkarnasi-reinkarnasi.
Permasaalahannya adalah mau sampai kapan
ber-reinkarnasi?
Namun semuanya itu dikembalikan lagi kepada diri
yang menjalaninya, mau sampai kapan berakhirnya?
Bukan-lah Allah yang menentukan kapan berakhirnya
namun kita-lah penentunya, bukan-lah wayang tergantung dari dalangnya namun
dalang akan mengikuti bagaimana peran yang dibawakan si wayang.
Tuhan ibarat kepala sekolah yang mengeluarkan
ijasahnya, namun nilai-nilai didalamnya adalah kita yang memberikan sendiri,
ijasah inilah yang menentukan nasib ketika kita akan “mencari pekerjaan” pada
kehidupan yang baru.
Hadist Nabi : “Dunia sekarang adalah ladang bagi
kehidupan berikutnya, siapa yang menanam sekarang, ia pula yang menuainya
nanti”
(Maksudnya : prosess
mati-hidup-mati-hidup-mati-hidup, di dunia ini untuk melatih manusia, agar
manusia mau meningkatkan kwalitas dirinya)
Perjalanan jiwa (3)
buatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).
Ketika ayat ini diturunkan, daratan dan laut telah
mengalami kerusakan, dan dinyatakan dengan tegas bahwa kerusakan itu akibat
perbuatan manusia, bukan disebabkan oleh perilaku hewan atau yang lainnya.
Bahwa ternyata kerusakan di darat dan laut itu
dibiarkan oleh Allah agar manusia (yang melakukan kerusakan itu) merasakan
sebagian dari akibat perbuatannya.
Agar yang pernah melakukan kerusakan itu mendapat
pelajaran untuk kembali kepada jalan yang benar. (maksudnya : yang akan
merasakan akibat perbuatannya adalah yang pernah hidup pada masa lampau dan
yang pernah berbuat kerusakan, bukan orang yang baru pertama kali dilahirkan di
muka bumi ini)
Tidak mungkin manusia yang tidak tahu apa-apa dan
tidak berbuat suatu kesalahan dikenakan azab oleh Allah, itu suatu tuduhan yang
“keji” dan sifat itu sangat mustahil dimiliki Tuhan..
Sebaliknya, dengan sifat Rahman dan RahimNya, maka
manusia yang jelas-jelas sudah melakukan “kerusakan di muka bumi” ketika
dibangkitkan lagi hanya merasakan sebagian saja dari akibat perbuatannya.
Hal semacam inilah yang disebutkan pada ayat lain
bahwa Tuhan itu memaafkan sebagian besar kesalahan manusia.
Bahwa, manusia diperintah Tuhan untuk melakukan
perjalanan di muka bumi.
Pada ayat ini kita diperintah untuk memperhatikan
akibat perbuatan buruk orang-orang yang hidup pada masa lalu.
Bahwa : banyaknya kerusakan di darat dan laut itu
ternyata dilakukan oleh orang-orang Musyrik. orang-orang yang menyekutukan
Tuhan.
Orang yang menyekutukan Tuhan bukanlah orang yang
beribadah dan menyembah patung
“Karena kemusyrikan terkait erat dengan amal
perbuatan manusia”.
Jika amalan itu merusak bumi, maka itu namanya
tindakan “Syirik”.
Jika perusakan bumi itu merupakan perilaku
seseorang, maka orang itu disebut sebagai orang “Musyrik” = menyekutukan Tuhan.
(Maksudnya : Islam adalah jalan selamat dunia +
akhirat, jalan ini sifatnya universal jadi siapa saja orangnya yang mengunakan
jalan ini dalam kehidupan aktual termasuk dia itu Yahudi = mau Kristen = mau
Hindu = mau Buddha dia itu Islam jua)
Bahwa : manusia harus berusaha berada di jalan yang
lurus.
Dalam ayat lain disebut sebagai orang yang Bertakwa.
Usaha ini harus ditempuh sebelum datangnya hari dari
Allah yang disebut sebagai “hari yang tidak dapat ditolak”.
Itulah hari Kematian dan sekaligus Kebangkitan bagi
seseorang.
Seandainya dalam satu hari ini orang yang mati itu
banyak, maka yang dibangkitkan/yang dilahirkan juga banyak, hal ini harus
berjalan seimbang demi kelangsungan bumi ini.
Semua sudah tersedia dari awalnya, tidak di-kurangi
dan tidak di tambah-tambah lagi, itu-itu juga dari awalnya…
Yang bangkit bisa jadi manusia juga..
Yang bangkit bisa jadi malaikat
Yang bangkit bisa jadi hewan
Yang bangkit bisa jadi tumbuh-tumbuhan
Yang bangkit bisa jadi mineral = gentayangan
Inilah adalah pilihan-pilihan, silahkan memilih
sendiri….
Ya, di bumi ini!
“Manusia dibangkitkan melalui kelahiran melalui
ibunya masing-masing”
Dalam ayat ini mereka disebut menjadi
terpisah-pisah.
Dan, disebutkan pada ayat ini bahwa, mereka yang
kafir akan menanggung perbuatan kekafirannya, yaitu, dilahirkan ditempat “yang
sengsara”, sedangkan yang dahulunya berbuat amal saleh, maka akan dilahirkan di
tempat yang penuh anugerah Tuhan.
Kalau yang dirujuk itu sikap hidup, maka namanya
“Musyrik”,. tapi, kalau yang dirujuk itu keyakinan dan tindakannya yang
mengingkari kebenaran, maka namanya “Kafir”. Jadi, kafir itu tak ada kaitannya
dengan agama yang dipeluk.
Agama apa saja yang dipeluknya, kalau ia mengingkari
kebenaran dan melakukan kerusakan maka ia termasuk orang kafir!
Allah tidak mencintai orang-orang yang ingkar.
Perhatikan pernyataan “tidak mencintai” = “Lâ
Yuhibbu”
Ayat ini tidak boleh diterjemahkan menjadi tidak
menyukai. Berbeda!
Allah itu bersifat Mahabbah, mencintai hamba-Nya.
Tetapi, kalau si hamba itu mengingkari-Nya, maka Dia tidak mencintainya.
Benci adalah perasaan tidak suka.
Jadi, kalau Tuhan membenci berarti dalam diri Tuhan
itu terkandung perasaan tidak suka, hal ini tentu saja berlawanan dengan
sifat-Nya yang Rahman dan Rahim.
Jelas, tidak mungkin terjadi sifat yang saling
berlawanan pada diriNya. Sifat Tuhan adalah Cinta. Oleh karena itu para ahli
Tasawuf menyebut Tuhan itu sendiri “Cinta”.
Cinta mengandung makna karunia. Artinya, sesuatu
yang dicintai niscaya mendapat perhatian atau karunia dari yang mencintai.
Kalau Tuhan mencintai seorang hamba, maka hamba itu
akan mendapatkan cucuran rahmat dan karunia dari-Nya. misalnya, sang hamba yang
dicintai Tuhan itu akan mendapatkan perlindungan, pertolongan dan kenikmatan.
Kalau Tuhan “tidak mencintai” orang kafir, artinya
Tuhan akan membiarkan si kafir itu menerima akibat perbuatan-Nya.
Tentu saja, rahmat dan perlindungan-Nya,
Dengan rahmat dan perlindungan-Nya, maka seorang
manusia dapat terus-menerus berusaha di jalan yang benar.
m
Diri = tubuh + jiwa + nyawa
Berbicara tentang diri, ujung-ujungnya akan
berbicara perjalanan jiwa yaitu Reinkarnasi..
Bagi yang tidak terbiasa dengan kata ini cobalah
untuk berpikir jernih sejenak, dengan tidak merasa “alergi” dulu dengan kata
reinkarnasi ini, hanya karena kata ini identik dengan golongan tertentu.
Seperti :
An Nahl ayat 70 : “Allah menciptakan kamu. Kemudian,
Allah mewafatkan kamu (mengakhiri hidupmu di bumi ini), dan di antara kamu ada
yang dikembalikan pada umur yang paling lemah, agar dia tidak mengetahui lagi
sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesunggunya Allah Maha Mengetahui dan
Maha Kuasa.”
An Nahl ayat 77 : “Dan kepunyaan Allah-lah segala
yang gaib di langit maupun di bumi. Dan, tidaklah perintah kebangkitan itu
selain sekejap mata atau lebih cepat. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
An Nahl ayat 78 – “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan dan fuad agar kamu dapat bersyukur.”
Yasin ayat 68 : “Dan barangsiapa yang Kami
panjangkan hidupnya niscaya Kami kembalikan pada kejadiannya. Apakah mereka itu
tidak memikirkannya?”
Seandainya belum bisa juga menerima pemahaman ini,
tentu bisa saja dimaklumi karena selama ini mungkin belum pernah diberikan
pemahaman yang tepat tentang ayat-ayat diatas.
Bahwa, segala sesuatu akan berakhir itu pasti..,
Dunia adalah sekolahnya kehidupan, ibarat bersekolah
maka kita perlu meningkatkan kwalitas hidup agar bisa melanjutkan ke kelas
berikutnya, kelas/derajat akan mengikuti kwalitas diri, jadi jelas disini bahwa
penentunya adalah kita.
Al Mulk ayat 2 : “Dia yang menciptakan kematian dan
kehidupan. Dengan cara itu Dia mendidik dan melatihmu, dan untuk memberikan
nilai bagi siapa yang lebih baik amalannya. Dan, Dia itu Maha Perkasa dan Maha
Melindungi”
Jadi mau sampai kapan..? semua tergantung
“bagaimana” kita
Musibah atau bencana di bumi adalah dari manusia
untuk manusia, dan merupakan suatu pelajaran agar manusia dapat menyadari
kesalahannya dan kembali kepada jalan Tuhan.
Perhatikan Surah Al-Rûm ayat : 41 sampai dengan 45,
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) per
42. Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi
dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan
dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
43. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada
agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat
ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah-pisah.
44. Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang
menanggung (akibat) kekafirannya itu dan barangsiapa yang beramal saleh maka
untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan),
45. agar Allah memberi pahala kepada orang-orang
yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang ingkar.
Simak kembali ke lima ayat dalam surah Al-Rum
diatas, lalu perhatikan penjabaran dibawahnya,
Ayat (41) :
Untuk apa?
Bukankah Tuhan telah menyatakan bahwa Dia tidak
merugikan manusia sedikitpun?
Manusia itu tidak merasakan seluruh akibat perbuatan
buruknya.
Ayat (42)
Apa kata ayat tersebut?
Orang yang menyekutukan Tuhan = Orang yang membuat
kerusakan di bumi
Agar tidak terjerumus ke jurang kemusyrikan maka
manusia diperintah untuk menghadapkan dirinya kepada Agama (cara hidup yang
benar), yaitu : jalan hidup yang lurus yang tidak menimbulkan kerusakan dan
merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Jalan hidup yang demikian inilah yang disebut
“ISLAM”
Ayat (43)
Hari apa gerangan?
Yang mati = yang bangkit
Di mana dibangkitkan?
Lihat kembali QS 7:25.
Ayat (44)
Sekarang perhatikan kata Musyrik dan Kafir, pada
ayat (44) diatas…
Ayat (45)
Allah tidak terlibat dalam suka atau tidak suka.
Allah juga tidak terlibat dalam soal membenci atau tidak membenci.
Apa bedanya “tidak mencintainya” dengan “membenci”?
Cinta itu bukan suka!
Jadi, apa yang kita harapkan?
Artikel yang sangat menarik. Bolehkah saya diskusi lebih lanjut?
BalasHapusMaaf tuan...jika setiap yg mati akan terlahir kembali...
BalasHapuslalu siapa yg akan mengisi surga dan neraka ???
salam tuan :-)
maaf
BalasHapusngga nyambung